ASPEK
HUKUM DALAM INDUSTRI JASA KONSTRUKSI DI INDONESIA
Jasa Konstruksi adalah
layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa
pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan
pekerjaan konstruksi. Para pihak dalam suatu pekerjaan konstruksi terdiri dari
pengguna jasa dan penyedia jasa. Pengguna jasa dan penyedia jasa dapat
merupakan orang perseorangan atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum
maupun yang bukan berbentuk badan hukum. Penyedia jasa konstruksi yang
merupakan perseorangan hanya dapat melaksanakan pekerjaan konstruksi yang
berisiko kecil, yang berteknologi sederhana, dan yang berbiaya kecil. Sedangkan
pekerjaan konstruksi yang berisiko besar dan/atau yang berteknologi tinggi
dan/atau yang berbiaya besar hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang
berbentuk perseroan terbatas atau badan usaha asing yang dipersamakan. Jasa
konstruksi mempunyai peranan penting dan strategis dalam pencapaian berbagai
sasaran guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional, di mana
pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang
merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945. Untuk itu, dirasakan perlu pengaturan secara rinci dan jelas mengenai
jasa konstruksi, yang kemudian dituangkan dalam di dalam Undang-Undang Nomor 18
Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (UU Jasa Konstruksi).
Beberapa aspek hukum yang
sering menimbulkan dampak hukum yang cukup luas antara lain:
a. Penghentian sementara pekerjaan (suspension
of work)
b. Pengakhiran perjanjian/pemutusan kontrak
c. Ganti rugi keterlambatan (liquidated damages)
d. Penyelesaian perselisihan (settlement of
dispute)
e. Keadaan memaksa (force majeure)
f. Hukum yang berlaku (governing law)
g. Bahasa kontrak (contract language)
h. Domisili
i. Pengesampingan pasal 1266 KUHPerdata bila
menghendaki pemutusan kontrak tanpa melalui pengadilan
Pada pelaksanaan Jasa
Konstruksi harus memperhatikan beberapa aspek hukum:
a. Keperdataan: menyangkut tentang sahnya suatu
perjanjian yang berkaitan dengan kontrak pekerjaan jasa konstruksi, yang memenuhi legalitas perusahaan,
perizinan, sertifikasi dan harus merupakan kelengkapan hukum para pihak dalam
perjanjian.
b. Administrasi
Negara: menyangkut tantanan administrasi yang harus dilakukan dalam memenuhi
proses pelaksanaan kontrak dan peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang konstruksi.
c. Ketenagakerjaan:
menyangkut tentang aturan ketenagakerjaaan terhadap para pekerja pelaksana jasa
konstruksi.
d. Pidana:
menyangkut tentang tidak adanya sesuatu unsur pekerjaan yang menyangkut ranah
pidana.
KONTRAK FIDIC (FEDERATION INTERNATIONALE DES INGENIEUR CONSELLS)
FIDIC
singkatan dari Federation International Des Ingesniieurs Conseils
(International Federation of Consulting Engineers). Sebuah organisasi
asosiasi para konsultan seluruh dunia yang didirikan pada tahun 1913 oleh
Negara Perancis, Belgia, dan Swiss, pusatnya berkedudukan di Lausanne, Swiss.
Dari organisasi yang anggotanya Eropa, FIDIC berkembang setelah Perang Dunia II
ditandai dengan bergabungnya Inggris pada tahun 1949 disusul Amerika Serikat
pada tahun 1958. Era 70-an Negara-negara anggota NIC (Newly Industrialized
Countries) yang akhirnya membuat organisasi internasional. Pemakaian FIDIC
sebagai standar pembuatan kontrak tidaklah mutlak. Namun, dapat dimodifikasi
dan disesuaikan sesuai peraturan Negara setempat dan kebijakan pihak yang
bersepakat. Tahun 1999 FIDIC menerbitkan format standar kontrak yaitu:
a.
Condition Contract for
Construction
b.
Condition of Contract
Design-Build
c.
Condition of Contract
for EPC/ Turnkey Project
d.
Short Form Contract
Menurut FIDIC “the
Construction Contract” edisi 1999, Dokumen Kontrak terdiri dari:
a. Contract Agreement
b. Letter of Acceptance/ Award
c. For/Letter of Tender
d. Condition of Contract
e. Specification
f.
Drawings
g. Schedules
h. Appendix to Tender
i. Bill of Quantity and Daywork Schedule
j. Dan dokumen-dokumen lain yang termasuk dalam Contract
Agreement
KLAIM KONTRAK
Klaim merupakan
bentuk atau cara permohonan atau permintaan tambahan waktu, biaya atau
kompensasi yang lain di dalam suatu pekerjaan konstruksi. Klaim akan lebih
memungkinkan di terima, jika di dalam kontrak sudah terdapat klausula mengenai
klaim. Sayangnya di dunia jasa konstruksi di Indonesia klausula klaim masih
sangat jarang dimasukkan ke dalam dokumen kontrak, sebab masih banyak yang
belum memahami tentang klaim atau memahami klaim sebagai tuntutan, dimana orang
yang mengajukan klaim dianggap orang yang suka menuntut dan susah diatur. Oleh
karena itu, perlu adanya pemahaman mengenai klaim dimana arti klaim dari
kepustakaan barat menyatakan bahwa klaim adalah suatu permintaan (demand).
Klaim di dunia konstruksi adalah klaim yang timbul dari atau sehubungan dengan
pelaksanaan suatu pekerjaan jasa konstruksi antara pengguna jasa dan penyedia
jasa atau pemasok bahan atau antara pihak luar dan pengguna / penyedia jasa
yang biasanya mengenai permintaan tambahan waktu, biaya atau kompensasi lain.
DISPUTE (SENGKETA)
Sengketa
konstruksi adalah sengketa yang terjadi sehubungan dengan pelaksanaan suatu
usaha jasa konstruksi antara para pihak yang tersebut dalam suatu kontrak
konstruksi yang di dunia Barat disebut construction dispute. Sengketa konstruksi yang dimaksudkan di sini adalah sengketa
di bidang perdata yang menurut UU no.30/1999 Pasal 5 diizinkan untuk
diselesaikan melalui Arbitrase atau Jalur Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Sengketa konstruksi dapat timbul antara lain karena klaim yang tidak dilayani
misalnya keterlambatan pembayaran, keterlambatan penyelesaian pekerjaan,
perbedaan penafsiran dokumen kontrak, ketidak mampuan baik teknis maupun
manajerial dari para pihak. Selain itu sengketa konstruksi dapat pula terjadi
apabila pengguna jasa ternyata tidak melaksanakan tugas-tugas pengelolaan
dengan baik dan mungkin tidak memiliki dukungan dana yang cukup. Dengan
singkat dapat dikatakan bahwa sengketa konstruksi timbul karena salah satu
pihak telah melakukan tindakan cidera (wanprestasi atau default).
1.
Jenis
Sengketa
Jenis sengketa adalah
perubahan kontrak yang diminta (klaim) secara tertulis, yang diajukan oleh
salah satu pihak pada pihak lain sebagai kompensasi atas “kerugian” atau
ketidaksesuaian implementasi suatu kontrak konstruksi. Sengketa dapat
disebabkan oleh berbagai jenis sengketa, jenis sengketa tersebut dikelompokkan
menjadi 4 jenis sengketa yaitu:
a.
Biaya
b.
Waktu
c.
Lingkup pekerjaan
d.
Gabungan biaya, waktu, dan lingkup pekerjaan
(jasa)
2. Penyebab
Sengketa
Penyebab sengketa adalah sumber timbulnya permintaan
kompensasi secara tertulis atas “kerugian” atau ketidaksesuaia implementasi
suatu kontrak konstruksi oleh salah satu pihak pada pihak lain. Sengketa dapat
disebabkan oleh banyak hal, penyebab sengketa tersebut dikelompokkan menjadi 9
(Sembilan) penyebab sengketa sebagai berikut:
a.
Penyebab sengketa berkaitan dengan perizinan
b.
Penyebab sengketa berkaitan dengan surat
perjanjian kerjasama (kontrak)
c.
Penyebab sengketa berkaitan dengan persyaratan
kontrak
d.
Penyebab sengketa berkaitan dengan gambar
e.
Penyebab sengketa berkaitan dengan spesifikasi
f.
Penyebab sengketa berkaitan dengan Rencana
Anggaran Biaya (RAB)
g.
Penyebab sengketa berkaitan dengan administrasi
kontrak
h.
Penyebab sengketa berkaitan dengan kondisi
lapangan
i.
Penyebab sengketa berkaitan dengan kondisi
eksternal
3. Jenis
Penyelesaian Sengketa
Secara umum jenis penyelesaian sengketa di luar pengadilan
(cara litigasi) yaitu (UU RI nomor 18 tahun 1999; UU RI nomor 30 tahun 1999)
a.
Negosiasi
b.
Mediasi
c.
Konsiliasi
d.
Arbitrase
4. Lembaga
Penyelesaian Sengketa
Lembaga penyelesaian sengketa adalah lembaga yang dapat
membantu menyelesaikan sengketa yang terjadi. Lembaga penyelesaian sengketa
menurut Soekirno, 2006; Widjaja, 2002; Emirzon, 2001; Margono, 2000 yang
dikutip dari Mutiara, 2006 adalah sebagai berikut:
a.
Negosiator
b.
Mediator
c.
Konsiliator
d.
Lembaga Arbitrase
Komentar
Posting Komentar